Masjid Al-Azhar Cairo | Kemegahan yang berkembang jadi universitas
Al-Azhar adalah masjid Jami' pertama yang dibangun di Kairo. Pada saat dibangun,
ia berbentuk satu bangunan yang terbuka di tengahnya (dalam bahasa Arab disebut "Shahn", meniru
arsitektur Masjidil Haram), di dalamnya ada 3 ruwaq (ruang khusus
yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar ataupun penampungan pelajar),
yang terbesar adalah Ruwaq Al Qiblah. Masa itu luasnya hanya setengah dari luas
bangunan sekarang.
Jauhar
menorehkan tulisan relief di sekitar Kubah Masjid yang bertahunkan 360 H., tulisan
lengkap nashnya bisa diketahui dalam tulisan Al Maqrizi (Al Khattat, jld. Ii,
hal. 273, baris 24-26). Sejak saat itu pahatan tersebut menghilang. Para
penguasa Bani Fatimiyah kemudian memperluas bangunan masjid dan menetapkan
wakaf khusus untuk proses pembangunannya. Seperti yang dilakukan oleh Al Aziz
Nazzar (365-386 H./ 976-996 M.) yang menjadikan Al Azhar sebagai Akademi
Keilmuan dan membangun tempat tinggal yang bisa menampung sebanyak 35 orang
bagi pelajar kurang mampu.
Diceritakan
bahwa pada bangunan pertama masjid ini terdapat relief burung-burung yang
terpahat pada puncak tiga tiang yang berfungsi untuk menjaga agar jangan sampai
burung-burung bersarang di situ. Ketika Al Hakim Bi Amrillah berkuasa (386-411
H./ 996-1020 M.), ia memperluas bangunan masjid dan mengkhususkan wakaf untuk
proses pembangunan dan bangunan lainnya. Hal ini juga disampaikan oleh Al
Maqrizi ketika ia menceritakan peristiwa yang terjadi pada tahun 400 H. Pada
tahun 519 H., Al Amir membuat mihrab di dalamnya yang kemudian dihiasi dengan
ukiran-ukiran kayu. Ukiran-ukiran itu masih tersimpan rapi di Darul Atsar
Al 'Arabiyah (Pusat Peninggalan Bersejarah Arab) di Kairo.
Nama
Al Azhar berhubungan erat dengan Dinasti Fatimiyah yang mendirikannya.
Disebutkan bahwa Al Azhar sebagai simbol bagi Sayidah Fatimah Azzahra
Radhiyallahu 'Anha putri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti
dapat dilihat dari salah satu koridor Al Azhar diberi nama Fatimah Radhiyallahu
'Anha. Dinasti Fatimiyah mulanya adalah Dinasti Syi'ah Bathiniyah yang berusaha
untuk menyebarkan ajarannya dengan pertama kali mendirikan Masjid Al Azhar.
Beberapa
masa kemudian Shalahuddin Al Ayubi berhasil menaklukkan Dinasti Fatimiyah. Pada
masa kekuasaannya Al Azhar ditutup sama sekali dan dilarang digunakan untuk
aktifitas apapun. Hal ini dilakukan untuk membersihkan pengaruh-pengaruh ajaran
Syi'ah yang masih kental. Sebagai gantinya, Shalahuddin mendirikan
madrasah-madrasah di sekitar Al Azhar yang mengajarkan Islam dengan pemahaman
empat Mazhab Sunni, yang bangunannya masih utuh sampai saat ini. Al Azhar
ditutup untuk umum selama hampir satu abad pada masa Dinasti Al Ayubi dan
kemudian para bangsawan dan pejabat kerajaan mulai menaruh perhatian terhadap
Al Azhar yang masih potensial.
Pada
masa Dinasti Mamluki yang dipimpin raja Az Zahir Bibris, diadakan rekonstruksi
dan perluasan Al Azhar. Raja ini memberikan sugesti untuk dibuka kembali
aktifitas belajar mengajar di Al Azhar. Dan mulai tahun 665 H./ 1266-1267 M.,
khutbah di Masjid Al Azhar diperbolehkan kembali. Langkah positif ini
memperoleh sambutan hangat dari semua kalangan terutama penduduk Mesir masa itu
dan para penguasa berikutnya mengikuti jejak langkahnya untuk mengeksiskan dan memakmurkan
Al Azhar. Sehingga pancaran cahaya Al Azhar yang sudah redup padam itu lambat
laun kembali bersinar terang.
Ketika
tentara Mongolia membumi hanguskan kota Baghdad, umat Islam kehilangan Pusat
Keilmuan di Timur. Ditambah lagi kota Andalus sebagai kota peradaban Islam masa
itu jatuh ke tampuk kekuasaan kaum Kristen Faranj yang kemudian mereka
menghilangkan seluruh simbol peninggalan peradaban Islam di sana. Setelah itu
pasukan Dinasti Mamluki yang dipimpin Sultan Qathz berhasil menaklukkan pasukan
Mongol yang bergerak ke arah Palestina menuju Mesir, pada pertempuran yang
terkenal di 'Ain Jalut (658 H./ 1260 M.).
Kabar
gembira ini menginspirasi para ulama dan penuntut ilmu datang
berbondong-bondong ke Mesir yang merupakan negara Islam teraman pada masa itu.
Hal ini pula membuat Al Azhar menjadi kiblat keilmuan agama bagi umat Islam,
karena di situlah para ulama dari berbagai penjuru dunia berkumpul dan
menuangkan ilmu mereka. Di samping itu pula para penguasa Dinasti Mamluki
sangat memperhatikan dan memelihara eksistensi Al Azhar dengan mencurahkan
segala kemampuannya. Harta wakaf, infak dan sedekah senantiasa mengalir tanpa
henti untuk menjamin kesejahteraan dan kesinambungan para pendidik dan pelajar.
Pada
tahun 665 H./ 1266 M., Pangeran 'Izzuddin Aidmar melakukan renovasi bangunan
yang hampir rusak. Ia juga meminta kembali halaman di sekitar Al Azhar yang
sempat diserobot penduduk setempat. Rasa syukur ini dirayakan dengan
melaksanakan shalat Jum'at bersama seluruh penduduk negeri di Al Azhar pada tanggal
18 Rabi'ul Awal 665 H./ 19 Nopember 1266 M.
Kejadian
gempa dahsyat pada tahun 702 H./ 1302 – 1303 M., telah merusak masjid Al Azhar.
Pangeran Sahd pun pada saat itu segera melakukan renovasi masjid besar-besaran.
Perluasan masjid kembali digulirkan pada tahun 725 H./ 1325 M. oleh Pegawai
Hisbah kota Kairo yaitu Muhammad bin Hassan Al As'ardi berasal dari kota
Sa'rad, Armenia. Pada masa Sultan An Nashir Muhammad bin Qalawun Al Mamluki,
Pangeran Alauddin Thibris – Panglima Tentara – mendirikan Madrasah Thibrisiyah
yang kemudian disandingkan dengan Masjid Al Azhar. Setelah itu Pangeran
Alauddin Aqbagha mendirikan pula Madrasah Aqbaghiyah di sebelah pintu yang
indah arah sebelah kiri yang dijadikan sebagai Pintu Utama Masjid.
Sultan
At Thawasyi Basyir Al Jamidar An Nasyiri merenovasi dan memperluas masjid lagi
pada tahun 761 H./ 1360 M. lalu melengkapinya dengan mushaf-mushaf, menetapkan
Qari' khusus dan menyediakan konsumsi makanan bagi fakir miskin setiap harinya.
Tidak ketinggalan pula, ia menganjurkan fikih Mazhab Hanafi diajarkan.
Pada
masa Sultan Barquq tahun 800 H./ 1360 M., menara masjid sempat runtuh dan
langsung dibangun kembali dengan biaya Sultan sendiri. Setelah masa itu menara
masjid kembali runtuh sebanyak dua kali pada tahun 817 dan 827 H./ 1414 dan
1423 M. yang kemudian dibangun kembali pada masa itu juga. Pada masa Sultan ini
pula dibangun tempat penampungan air, tempat minum dan lampu sumber penerang.
Pada
tahun 873 H./ 1468 M. Sultan Qaitbai Al Mamluki merobohkan pintu sebelah barat
laut masjid dan diganti dengan mendirikan menara tempat azan di sebelah kanan
masjid. Menara ini masa itu menjadi suatu menara paling indah di Kairo. Sultan
Qaitbai adalah bangsawan yang sangat peduli terhadap perkembangan Al Azhar dan
paling berjasa dalam membangun tempat penampungan bagi kaum fakir miskin dan
para ulama. Bahkan Ibnu Iyas berkata tentangnya bahwa sultan ini memiliki
kebiasaan unik, yaitu dia selalu datang ke Al Azhar menyamar dengan mengenakan
pakaian Maroko guna menyimak apa yang dibincangkan orang-orang tentang dirinya.
Masa-masa
terakhir Dinasti Mamluki tahun 1190 H./ 1776 M. Sultan Qanshuh Al Ghuri Al
Mamluki membangun menara masjid Al Azhar paling tinggi yang mempunyai dua
kepala dan menara unik inilah yang menjadi ciri khas dari Dinasti Mamluki.
Kemudian menjadi lambang keagungan Masjid Al-Azhar dewasa ini.
Pada
masa Daulah Utsmaniyah, Al Fatih Salim Syah sering kali mengunjungi Al Azhar
dan shalat di dalamnya. Ia memerintahkah agar Al Qur'an selalu dikumandangkan
dan sedekah disemarakkan untuk keperluan penuntut ilmu yang kurang mampu. Pada
tahun 1148 H./ 1735-1736 M. dibangun sebuah ruang khusus shalat untuk
orang-orang tuna netra yang disebut Zawiyah Al 'Umyan oleh Utsman Katakhda Al
Qazdughali.
Salah
satu kerabat Utsman Al Qazdughali bernama Abdurrahman Katakhda adalah orang
terdermawan terhadap perkembangan Al Azhar pada masa itu. Ia membangun koridor
Al Azhar, membuat arah kiblat shalat, mimbar, madrasah anak yatim piatu, talang
air dan kuburan.
Sejarah
Universitas Al-Azhar – Al-Azhar merupakan Perguruan tinggi terbesar di dunia.
Awal Mula Universitas Al-Azhar adalah dari sebuah masjid yang bernama Al-Azhar
yang dibangun oleh Panglima Besar Dinasti Fathimiyah yaitu Jauhar As-Shaqaly.
Masjid tersebut dibangun pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H (April, 970 M)
sebagai tempat ibadah, enam tahun kemudian tepatnya pada 365 H / 976 M. mulai
dibuka kegiatan belajar-mengajar dan majlis ilmu pengetahuan bermadzhab Syi’ah
Ismailiyah, sehingga 12 tahun kemudian 378H / 988 M Al-Azhar telah menjadi
sebuah universitas besar dan terkanal. Dalam perjalanan sejarahnya, universitas
al-azhar mengalami jatuh bangun, namun al-azhar tetap mempertahankan eksistensinya
sebagai lembaga islam yang sangat proaktif. Sejak mula berdirinya, study di
Al-Azhar untuk semua pelajar dari seluruh dunia. Hingga kini Universitas
Al-Azhar memiliki lebih dari 50 Fakultas / Jurusan yang tersebar di seluruh
pelosok Mesir
Mulai
tahun 567 H / 1178 M. setelah berdirinya Daulah Ayyubiyah yang berorientasi
ahlussunah wal-jamaah lenyaplah Dinasti Fatimiyah, bersamaan dengan itu hilang
pula peranan Syi’ah di dalam universitas Al-Azhar tersebut, hingga sampai saat
ini.
Pada tahun 922 H / 1517 M. Mesir berada di dalam kekuasaan Turki Utsman.
Al-Azhar-pun senantiasa menjadi sentral pengembangan ilmu dan lembaga yang
subur menelorkan ulama handal. Maka pada akhir kekuasaan Turki Utsmani
terbentuklah sistem Masyekhakh Al-Azhar pertama, tepatnya pada tahun 1101 H /
1690 M. dan dinobatkan Syekh Al-Azhar pertama sebagai Imam agama dan panutan
Ilmu pengetahuan. Sejak abad ini sistem Syekh atau Imam al-akbar merupakan ciri
khusus yang digunakan dalam lembaga tersebut, bahkan dapat dikatakan suatu
sistim yang mampu memelihara eksistensi Al-Azhar hingga ratusan tahun.
Ada
sepuluh sykeh yang berada dalam daulah ini, antara lain:
1. Syekh Imam el-Syarief Muhamad bin Abdullah Al-Kharasyi
Al-Maliki.
2. Syekh Imam Ibrahim Muhammad Al-barmawi
3. Syekh Imam Muhammad al-Nasyraty Al-Maliky
4. Syekh Imam Abd el-Baqi el-Qulaeny Al-Malikiy
5. Syekh Imam Muhammad Syanan Al-Maliky
6. Syekh Imam Ibrahim Musa el-Fayoumy Al-maliky
7. Syekh Imam Abdellah Al-Syabrawi Asy syafi’i
8. Syekh Imam Muhammad Salim Al-Hifny Asy syafi’i
9. Syekh Imam Abd Raouf Muhammad el-Sujaeni Asy syafi’i
10. Syekh Imam Ahmad Abdel Monem el-damanhury
Kemudian
pada akhir tahun 1220 H / 1805 M. Mesir berada di tangan Muhammad Ali. Dan
Al-Azhar tetap baku menggunakan sistem Masyekhakh-nya. Selanjutnya nama-nama
Imam yang menduduki kuri Masyekhakh sebagai berikut:
11. Syekh Imam Abdel-rahman Umar Al-hanafy
12. Syekh Imam Abu el-Shalah Ahmad Musa Al-Arusy Asy-syafi’i
13. Syekh Imam Abdullah el-Syarqawi Asy-syafi’i
14. Syekh Imam Muhammad al-Syanwani
15. Syekh Imam Muhammad Al-Arusy
16. Syekh Imam Ahmad Ali al-Damhuji
17. Syekh Imam Hasan Muhammad Al-’Athar
18. Syekh Imam Hasan el-Quesny
19. Syekh Imam Ahmad al-Shaim el-safty
20. Syekh Imam Ibrahim Al-bajury
21. Syekh Imam Musthafa Al-Arusy
22. Syekh Imam Muhammad al-Abbasi Al-Mahdy Al-Hanafi
23. Syekh Imam Muhammad al-Imbabi asy-Syafi’i
24. Syekh Imam Hasunah An-Nawawi Al-hanafi
25. Syekh Imam Ali Muhamad Al-Bablawi Al-Maliky
26. Syekh Imam Salim al-Bisyri Al-Maliky
27. Syekh Imam Ali Muhammad Al-Bablawi Al-Maliky (yang kedua kali)
28. Syekh Imam Abdel-rahman al-Syirbiny
29. Syekh Imam Hasunah An-Nawawi Al-hanafi (yang kedua kali)
30. Syekh Imam Salim al-Bisyri Al-Maliky (yang kedua kali)
31. Syekh Imam Muhammad Abu fadlal Al-Gizawy
32. Syekh Imam Muhammad Musthafa Al-Maragy
33. Syekh Imam Muhammad Al-Ahmady Adzawahiry
34. Syekh Imam Muhammad Musthafa Al-Maragy (yang kedua kali)
35. Syekh Imam Musthafa Abdel-Raziq
36. Syekh Imam Muhamma Ma,mun el-Syanwany
37. Syekh Imam Abdel-Majid Salim
38. Syekh Imam Ibrahim Hamrusy
39. Syekh Imam Abdel-Majid Salim (yang kedua kali)
Pada
dua kepemimpinan belakangan ini Mesir tengah mengalami kegoncangan politik
besar-besaran, sebagai periode baru menuju Mesir Modern, ditandai dengan
terjadinya “revolusi juli 1952 M” yaitu penggulingan Gamal Abdul Naser terhadap
raja Faruq “Dinasty Kheidio 10”, sekaligus peralihan sistim kerajaan kepada
republik sekaligus pengembalian ibukota dari Iskandariah ke Kairo. Adapun
sistem Masyekhakh Al-Azhar terus berlangsung dengan gemilang. Yaitu:
40. Syekh Imam Muhammad Al-Hadlr Husein
41. Syekh Imam Abdel Rahman Taj.
42. Syekh Imam Mahmud Syaltut
43. Syekh Imam Hasan Ma,mun
44. Syekh Imam Muhammad Al-fahhaam
45. Syekh Imam
46. Syekh Imam Gad el-haq Ali Gad el-Haq
47. Syekh Imam Muhammad Sayyed Thantahwi
Source :::
http://alumnialazharmesir.blogspot.com/
http://riszkynurseno.blogspot.com/